Rabu, 27 Agustus 2014

[JALAN-JALAN] Hari ke 2 dan 3 : Ke Bromo

Note : maaf kalau lemot, banyak foto 


Hellooo...\( ˆoˆ)/\(ˆoˆ )/

Hah? Udah tanggal 27 aja? Sementara entri blog bulan Agustus masih 2 postingan? Hoaaaa...betapa tidak lancar kamu belajar menulis 'nak... Hihihi, saya akui akhir-akhir ini saya terdistraksi oleh hal lain. Well, they're made a mess in my life. What kind of mess? A beautiful mess, I guess. 

Apaan sik, bikin penasaran aja? Hahaha, I'll keep that mess in my mind. Sorry.

Jadi, melanjutkan perjalanan saya selama liburan Lebaran kemarin, hari ke 2 adalah perjalanan menuju ke pegunungan Tengger (gunung Bromo) untuk melihat matahari terbit, dan hari ke 3 adalah perjalanan dari Bromo ke kampung halaman adik ipar saya di Probolinggo. Kali ini fotonya nggak banyak. Oh, karena perjalanan kali ini agak panjang, saya sertakan gambar peta Jawa Timur.




Dari hotel Maesa di Ponorogo kami keluar dari hotel jam 5 pagi. Iya jam 5 pagi, kamu nggak salah baca. Keadaan kota masih gelap dan sepi, karena masih dalam suasana liburan juga. Langsung menuju ke Madiun, pengen nyobain sarapan pecel Madiun ceritanya. Ya tapi begitu lagi, sama sekali nggak ada yang jualan pecel pagi-pagi. Mungkin sebenarnya ada, tapi warungnya mungkin kecil atau masuk gang, jadi nggak kelihatan dari jalan besar. Yang ada di "point of interest" (POI)-nya GPS kan, yang udah pernah makan di suatu tempat dan memasukkannya di Google Maps atau apalah... Ya wes, karena nggak nemu warung pecel sama sekali, kami melanjutkan perjalanan ke Nganjuk.

Di Nganjuk sama saja, belum ada tempat makan yang terlihat meyakinkan dan buka. Jujur, kalau cuma jalan berdua sama suamik, kami akan makan di mana saja yang buka. Ya namanya jalan sama orangtua, tempat makan harus lebih dipilih lagi karena selera makan orangtua biasanya sudah tidak seperti di masa mudanya lagi. Mereka lebih picky terhadap makanan.

Menuju Kediri, langsung menuju pusat tahu nasional yang terkenal di Kediri, lagi-lagi menurut petunjuk di POI. Nama tokonya Matahari, ada di jalan Yos Sudarso. Di sana ada 2 jenis tahu yang dijual, yaitu tahu kuning (apa ini yang disebut tahu takwa?) dan tahu pong (kayak tahu sumedang gitu). Kenapa disebut tahu takwa sik? Kalau ada yang ngerti, tolong dibagi di kolom komentar ya. Di toko Matahari, beli tahu yang masih mentah buat oleh-oleh dan yang sudah digoreng untuk dimakan di jalan. Sayangnya yang sudah digoreng hanya tahu pong, tahu kuningnya nggak ada yang digoreng. Ehe...ehe...saya ini pecinta tahu, jadi mau tahu mana aja....hayuklah, hajjjaaaaar~


Lumayan, buat ngganjal perut yang belum kemasukan sarapan. Habis dari Kediri, ceritanya mau lanjut ke Malang lewat jalur tengah. Mungkin lebih akrab dengan sebutan lewat Pujon. Keluar dari kota Kediri, kebetulan ada restoran yang buka dan terlihat ramai. Kita berhenti di restoran itu, ternyata ramainya karena ada acara pertemuan keluarga gitu, tapi mereka tetap melayani pembeli dari luar. Kami pesan menu nasi, ayam goreng dan tumis kangkung, biar cepat. Huehehe, sampai nasi dan ayam gorengnya habis, si tumis kangkung nggak keluar. Lupa karena sibuk kayaknya. Nama restorannya apa? Karena rasa ayam gorengnya biasa saja, nama restorannya nggak nempel di otak XD.

Setelah makan, kami melanjutkan perjalanan. Melewati kecamatan Pare, dan hendak menuju kecamatan Kandangan. Belum jauh melewati Pare, sudah harus mengantri karena macet. Satu jam menunggu, dan tidak ada tanda-tanda kemacetan akan berakhir. Akhirnya bapak cek GPSnya, dan memutuskan untuk lewat jalan-jalan kecil menuju utara sedikit, yaitu kecamatan Jombang lebih tepatnya sih, Mojoagung. Dari Mojoagung, lanjut ke Mojosari, Gempol, Porong, dan istirahat di Bangil. Rupanya hari itu Jawa Timur memang sedang padat sekali, karena di mana-mana hampir ada antrian kendaraan. Mulai agak longgar ketika memasuki kecamatan Gempol.

Di Bangil, sudah sekitar jam 5 sore dan kami memutuskan untuk makan sore sekaligus malam. Kami makan di warung sate kambing. Biasanya saya menghindari sate kambing karena suka pusing kalau makan, tapi naga di dalam perut sudah memberontak. Akhirnya ikut makan sate kambing. Surprisingly, my head was okay with that. Jiiiir, i think i will eat more sate kambing in the future. Kenyang makan, lanjut jalan menuju kota Pasuruan, Probolinggo dan mulai naik ke gunung Bromo.

Ternyata dari Probolinggo masih cukup jauh ya bok, Bromonya. Mana udah malem lagi, jadi saya nggak bisa lihat pemandangannya kayak apa. Di Bromo kami menginap di hotel Java Banana, yang dari seluruh bookingan hotel kami untuk liburan, makan duit paling banyak. Yang agak murah sudah habis dibooking orang, mau ambil model homestay gitu agak khawatir. Kami check-in dan mengurus sewa jip untuk naik besok dinihari. Dikasih tahu staf hotel, supaya siap jam 3 dinihari.  Hah? Mau liat matahari nongol, harus ya berangkat jam segitu? Ya karena kalau musim liburan penuh sangadh. Jadi supaya masih dapat tempat parkir yang tidak terlalu jauh dari gardu pandang.

Baiklah...

Jam 02.30, orang resepsionis nelepon ke kamar. Kasih kabar kalau jipnya udah siap. Baru bisa tidur jam 11, jam setengah tiga udah dibangunin. Gilak, masih ngantuk buangets. Jam 3 teng kami berangkat naik jip, yang menurut saya keren banget. Ahahahaha, norak karena baru kali ini naik jip 4WD. Nggak tahu medan yang dilewatin kayak apa, masih gelap. Cuma dikasih tahu kalau kita lewat kayak semacam padang pasir gitu sama supirnya, terus tiba-tiba aja nyampe di atas. Ternyata di atas antrian parkir sudah panjang banget. Jipnya parkir dekat musholla yang disponsori oleh sebuah bank syariah terkemuka.

Dari situ sebenarnya jalan ke pos Pananjakan nggak begitu jauh, tapi karena banyak kendaraan dan saya nggak terbiasa dengan ketinggian itu, nafas saya berasa sesak banget. Ehe...kurang olahraga kali ya~ Dari musholla, akhirnya kami naik ojek ke pos Pananjakan. Wheeeey...di sana juga udah penuh banget sama orang-orang yang menantikan pertunjukan matahari terbit. Biasalah, kalau menunggu sesuatu itu, pasti banyak komentarnya. Yang bikin saya ketawa adalah komentar seorang bapak, "Arep ndelok srengenge wae, ndadak munggah ning gunung. Wong neng sawah yo iso". Artinya, mau lihat matahari terbit saja, harus naik gunung. Lihat di sawah juga bisa. Hahaha...




Ternyata saudara-saudara, tiba-tiba saja mataharinya ketutup awan! Hah...semua yang ada di sana spontan berteriak, "Yaaaaaah...". O my God, that was so funny. Bener-bener deh, penonton kecewa. Ya udah sik, namanya pertunjukan alam...susah banget ditebak bakalan kayak apa. 

wajah ngantuk tapi seneng
sama-sama melihat matahari terbit
penuh orang
aduh mas, jangan manjat pager dong/ turun bareng 'yuk (fujoshi's imagination)
hubby and the flask XD
aaaak, akhirnya aku di bromo
marvelous parking line
i love the green of Indonesia

Okee...waktunya kembali ke hotel buat sarapan. Kita nggak beli nasi box untuk dimakan di atas, jadi saat itu sudah agak lapar. Ditawari juga sama supirnya untuk mampir di kawah (lupa namanya), tapi karena jaraknya masih jauh dari parkir jip dan harus naik-turun tangga lagi, kita memilih untuk langsung balik ke hotel.

Di hotel, sarapan yang disediakan adalah campuran antara menu internasional dan interlokal. Bisa dibilang, rasanya biasa saja. Padahal banyak tamu bulenya. Harga kamar hotel yang mahal untuk menutupi biaya operasional hotel yang berada di tengah gunung, yang transportasi logistiknya jelas lebih sulit daripada yang di tengah kota. Habis sarapan, suami dan saya pinginnya tidur dulu sebelum check-out karena capek banget. Ternyata....bapak ngajak check-out cepat dan jalan ke Lumajang. T_____T

Oh iya, kami booking satu kamar hotel untuk bertiga. Tempat tidur ada di lantai bawah dan atas, bapak ambil tempat tidur di bawah, suami dan saya di atas. Jadi sambil nunggu giliran memakai kamar mandi, saya foto-foto suasana sekitar hotel. Naaah, pemandangannya emang bagus banget. Bikin saya nahan napas melihatnya. Berasa nggak pengen pergi dari tempat itu.

daaaang...really, that marvelous blue sky *gigitkamera*

di tengah ladang



banyak instalasi seni


Ya ampuuun, itu yang namanya langiiiit. Bersih banget, nggak pernah lihat langit sebiru itu. Apalagi di Tangerang - Jakarta. Mungkin kalau habis diterpa badai, baru bisa lihat langit bersih Tangerang. Pokoknya wahihi banget.

Di perjalanan menuruni gunung menuju kota Lumajang, kami berpapasan dengan rombongan wakil presiden Boediono. Katanya sik, mau meninjau potensi pariwisata Pegunungan Tengger. Ternyata besoknya baca berita, dia jalan ke Bromo sekalian liburan pribadi. Jadi yang bener yang mana? Liburan pribadi tapi bawa rombongan protokol banyak bener. Kalau tinjauan resmi kenapa di saat libur Lebaran, ngerepotin orang banyak. Hahaha, abaikan.

Jalan-jalan di Lumajang, cari makan siang. Apa sajalah yang buka, terus mampir di warung soto yang tidak terlalu besar tapi cukup ramai. Namanya soto dokk? Kenapa pakai dokk? Ternyata sotonya cuma soto daging biasa, cuma si ibuk waktu habis nuang kecap ke mangkok...naruh botolnya di meja pakai bunyi dokk gitu. Kurang lebih sama dengan soto gebrak kayaknya. Rasa sotonya cukup enak, apa karena saya lapar?

Dari Lumajang, balik lagi ke arah kota Probolinggo karena mau mampir dulu di rumah adik ipar perempuan saya. Well, rumahnya masih jauk sik dari kota Probolinggo, mungkin sekitar 40 menit perjalanan. Di sana ngobrol-ngobrol lumayan lama, disuguh makan lagi padahal masih kenyang bangets (terima kasih...alhamdulillaah). Balik dari rumah adik, langsung check-in di Hotel Lava-lava, kota Probolinggo.

Hotelnya cukup bagus, kamarnya bersih, demikian juga dengan kamar mandinya. Sayang, saya nggak sempat foto karena udah capek banget. Pengen tiduuuur... Mana sempet kesel karena tutup lensa hilang di atas. Hahaha XD.

Thanks for reading, have a great day~

Salam,
Dina






1 komentar:

Terima kasih sudah berkunjung dan membaca cerita ini.
Sila berkomentar tentang tulisan saya di sini. Saya lebih menghargai jika komentar yang diberikan sesuai dengan isi posting blog dan tidak ANONIM. Kalau ada alamat blog, cantumkan saja nanti saya main ke sana :)