Halloo...(^o^)/
Beberapa hari ini, linimasa Twitter dan feed Facebook saya diramaikan dengan gambar screenshot akun Path seorang gadis yang kesel dan sebel dengan ibu hamil dalam perjalanan ke kantor menggunakan commuter line. Si gadis curhat di akun Pathnya dan ternyata oleh teman di Path, curhatan tersebut di-screenshot dan diunggah ke Twitter. Entah bagaimana, gambar itu menyebar sampai ke akun Twitter dengan ratusan ribu follower. Ya tahu sendiri, kalau akun ratusan ribu follower sudah ikutan menyebarkan gambar...sudah pasti ceritanya bisa sampai ke akun koran nasional.
Awalnya saya juga ikutan retweet gambar tersebut sambil komentar, mbak ini kenapa sih? Sebel sama bumil kok sampai segitunya, toh...suatu hari nanti dirimu juga akan merasakan yang namanya hamil lho~. Besok harinya, terkait dengan kasus pelecehan seksual terhadap murid TK sebuah sekolah internasional, muncul lagi satu screenshot dari akun Path (akun yang berbeda tentunya). Di screenshot tersebut, akun Path itu bercerita bahwa yang namanya pelecehan seksual di sekolah internasional itu bukan hal yang baru. Semua sudah tahu, bahwa guru-guru asing sering melakukan pelecehan terhadap muridnya.
Dari sini, saya mulai bertanya...kenapa orang dengan mudahnya melakukan screenshot terhadap postingan pribadi orang lain kemudian menyebarkannya? Beberapa orang pasti sering mencurahkan kekesalan hati mereka di akun pribadinya entah Facebook, Twitter, atau Path. Katanya sik curhat di Facebook dan Twitter sudah terlalu mainstream dan tidak bersifat pribadi lagi, jadi sekarang lebih sering curhat di Path karena jumlah teman di Path yang terbatas dan biasanya hanya teman dekat. Nah sekarang, kalau si teman dekat ini melakukan screenshot terhadap postingan pribadi dan menyebarkannya, artinya postingan itu tidak bersifat pribadi lagi kan?
Ya memang sik..kalau dipikir kembali, yang namanya segala postingan di dunia maya ini tidak ada lagi yang bersifat pribadi. Baru inget juga ada teman di Facebook yang kebetulan senang posting foto wajahnya. Lalu tiba-tiba teman ini membuat pengumuman, kalau ada akun tidak dikenal mengambil foto wajah yang dipostingnya, lalu menggunakannya sebagai foto profile. Yang bikin kesal adalah isi akun tersebut, kebanyakan foto perempuan telanjang. Padahal kata teman ini, akun Facebooknya sudah disetting private. Mau akun pribadi digembok, dikunci, diprivate atau di-copyprotected, tetap saja ada yang bisa menjebol pertahanannya. Atau nggak usah pakai copy-paste deh, lewat omongan orang aja...cerita kita di akun pribadi sudah bisa menyebar entah ke mana.
Kalau tentang cerita omongan orang ini, inget pengalaman sendiri. Jadi ceritanya saya agak kesal sama bos saya (ini cerita jaman dulu waktu kerja kantoran). Di Facebook saya nggak temenan sama si bos, tapi ada seorang teman si bos menjadi teman saya di akun Facebook. Saya mencurahkan isi hati saya di Facebook, lupa kalau ada teman dia di sana. Nggak lama kemudian, si bos sms saya. Isinya cuma bilang, kalau memang kesal dan sebal sama dia, jangan curhat di Facebook...langsung aja ngomong ke dia. Hahaha, ternyata si teman ini ngomong sama si bos, kalau saya kesal dan bikin status di Facebook. Yah, nggak enak hati juga sik...akhirnya saya minta maaf.
Sejak saat itu, saya belajar dan lebih berhati-hati lagi jika posting sesuatu di akun sosial media. Mungkin sedikit oneng, ketika pacaran. Hanya sejak menikah, saya agak menjauh dari Facebook. Kebetulan dari dulu saya memang tidak terlalu suka posting foto diri di Facebook. Kalau posting juga biasanya hanya sekedar berbagi video YouTube, laman blog saya atau orang lain, atau sekedar bercerita tentang isu yang sedang hangat. Hal yang sama juga berlaku di Twitter saya. Yang pasti saya sadar, bahwa postingan saya tentu tidak lagi bersifat pribadi.
Meskipun postingan saya dan orang lain tidak lagi bersifat pribadi, saya menetapkan batas-batas yang harus saya patuhi. Buat saya postingan orang lain tetap bersifat personal dan tidak boleh disebarkan. Kalaupun bisa di-share, saya biasanya minta izin terlebih dahulu kepada yang punya postingan. Screenshot curhatan teman? Big NO for me. Yang sering saya screenshot adalah sms tipu-tipu yang masuk ke ponsel saya. Maksudnya menginfokan, hati-hati dengan no ponsel dan sms seperti ini. Kalau ada teman yang minta izin untuk share postingan saya, dengan senang hati saya memberinya izin. Kalau tidak minta, ya nggak apa-apa...toh, itu sudah konsekuensi posting sesuatu di dunia maya. Untuk kasus screenshot postingan Path di atas, saya tidak tahu apakah teman yang menyebarkan meminta izin terlebih dahulu atau tidak. Saya berasumsi sendiri, screenshot itu beredar tanpa izin si empunya akun. Ya moga-moga sik, udah minta izin yak~
Jadi menurut saya, kalau mau benar-benar bersifat pribadi...curhatnya sama suamik atau keluarga dekat aja. Kalau mau lebih rahasia lagi, balik ke jaman SMP atau SMA gitu deh~. Beli buku catatan harian yang ada gemboknya, kunci gemboknya dimasukkan ke laci terkunci, kunci lacinya disimpen di bawah bantal. Kalau kunci lacinya ilang, nggak bisa curhat deh (>,<). Hahahaha... Dan saya juga berharap...foto-foto dan postingan di blog saya nggak ada yang menyalahgunakan.
Kalau temans sendiri, bagaimana menyikapi hal seperti ini? Cerita ya, tinggalin komentar temans. Tentu saja, saya berterimakasih sekali kalau komentar yang diberikan sesuai dengan isi postingan ini dan mempunyai nama.
Selamat berkomentar~
Salam,
Dina
Ya memang sik..kalau dipikir kembali, yang namanya segala postingan di dunia maya ini tidak ada lagi yang bersifat pribadi. Baru inget juga ada teman di Facebook yang kebetulan senang posting foto wajahnya. Lalu tiba-tiba teman ini membuat pengumuman, kalau ada akun tidak dikenal mengambil foto wajah yang dipostingnya, lalu menggunakannya sebagai foto profile. Yang bikin kesal adalah isi akun tersebut, kebanyakan foto perempuan telanjang. Padahal kata teman ini, akun Facebooknya sudah disetting private. Mau akun pribadi digembok, dikunci, diprivate atau di-copyprotected, tetap saja ada yang bisa menjebol pertahanannya. Atau nggak usah pakai copy-paste deh, lewat omongan orang aja...cerita kita di akun pribadi sudah bisa menyebar entah ke mana.
Kalau tentang cerita omongan orang ini, inget pengalaman sendiri. Jadi ceritanya saya agak kesal sama bos saya (ini cerita jaman dulu waktu kerja kantoran). Di Facebook saya nggak temenan sama si bos, tapi ada seorang teman si bos menjadi teman saya di akun Facebook. Saya mencurahkan isi hati saya di Facebook, lupa kalau ada teman dia di sana. Nggak lama kemudian, si bos sms saya. Isinya cuma bilang, kalau memang kesal dan sebal sama dia, jangan curhat di Facebook...langsung aja ngomong ke dia. Hahaha, ternyata si teman ini ngomong sama si bos, kalau saya kesal dan bikin status di Facebook. Yah, nggak enak hati juga sik...akhirnya saya minta maaf.
Sejak saat itu, saya belajar dan lebih berhati-hati lagi jika posting sesuatu di akun sosial media. Mungkin sedikit oneng, ketika pacaran. Hanya sejak menikah, saya agak menjauh dari Facebook. Kebetulan dari dulu saya memang tidak terlalu suka posting foto diri di Facebook. Kalau posting juga biasanya hanya sekedar berbagi video YouTube, laman blog saya atau orang lain, atau sekedar bercerita tentang isu yang sedang hangat. Hal yang sama juga berlaku di Twitter saya. Yang pasti saya sadar, bahwa postingan saya tentu tidak lagi bersifat pribadi.
Meskipun postingan saya dan orang lain tidak lagi bersifat pribadi, saya menetapkan batas-batas yang harus saya patuhi. Buat saya postingan orang lain tetap bersifat personal dan tidak boleh disebarkan. Kalaupun bisa di-share, saya biasanya minta izin terlebih dahulu kepada yang punya postingan. Screenshot curhatan teman? Big NO for me. Yang sering saya screenshot adalah sms tipu-tipu yang masuk ke ponsel saya. Maksudnya menginfokan, hati-hati dengan no ponsel dan sms seperti ini. Kalau ada teman yang minta izin untuk share postingan saya, dengan senang hati saya memberinya izin. Kalau tidak minta, ya nggak apa-apa...toh, itu sudah konsekuensi posting sesuatu di dunia maya. Untuk kasus screenshot postingan Path di atas, saya tidak tahu apakah teman yang menyebarkan meminta izin terlebih dahulu atau tidak. Saya berasumsi sendiri, screenshot itu beredar tanpa izin si empunya akun. Ya moga-moga sik, udah minta izin yak~
Jadi menurut saya, kalau mau benar-benar bersifat pribadi...curhatnya sama suamik atau keluarga dekat aja. Kalau mau lebih rahasia lagi, balik ke jaman SMP atau SMA gitu deh~. Beli buku catatan harian yang ada gemboknya, kunci gemboknya dimasukkan ke laci terkunci, kunci lacinya disimpen di bawah bantal. Kalau kunci lacinya ilang, nggak bisa curhat deh (>,<). Hahahaha... Dan saya juga berharap...foto-foto dan postingan di blog saya nggak ada yang menyalahgunakan.
Kalau temans sendiri, bagaimana menyikapi hal seperti ini? Cerita ya, tinggalin komentar temans. Tentu saja, saya berterimakasih sekali kalau komentar yang diberikan sesuai dengan isi postingan ini dan mempunyai nama.
Selamat berkomentar~
Salam,
Dina
setuju. emang mesti ati-ati dengan yg namanya jejaring sosial :D kalo bisa jangan sampe mengeluh ato ceritain masalah pribadi. jadi pelajaran bersama ^^;
BalasHapusterlepas dari konten postingan cewe itu, sangat disayangkan kenapa postingan pribadi bisa discreenshot dan disebarluaskan oleh temen sendiri. jatohnya kayak ngebackstab gitu ngga sih *sotoy.com >.< wallohualam
ah iyaaaa, jaman sekarang ngaplot foto tuh (terutama cewe) mesti ati-ati banget :( waktu masih jaman gonta-ganti dp bbm, fotoku disave-save org trus dikirim ke org lain gitu. ngga tau tujuannya apa. jadi, daripada ntar malah disalahgunakan sama org2 ga bertanggung jawab, sekarang aku udah ngga masang selfie di dp/profpic akun socmed/messenger. karena pada kenyataannya walau dikata privatelah, digemboklah... sekali foto/postingan diupload ke dunia maya, itu udah jadi "milik" publik #uglytruth
btw, nice post >.<
Sip.
HapusSemoga kita semua bisa lebih bijak, menggunakan segala fasilitas yang disediakan internet.
Terima kasih komentarnya ya mbak Hani...:)